Monday, August 20, 2007

Andika Bhayangkari



Jumat, 17 Agustus yang lalu saya menyempatkan diri melihat dari dekat upacara peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke 62 langsung di istana negara.
Sebuah pengalaman unik dan pertama kali bagi saya melihat dari dekat upacara yang biasanya saya ikuti melalui televisi.Ada beberapa sudut pandang yang tidak mungkin saya rasakan jika menyaksikannya dari televisi.

Semua yang menghadiri upacara hening pada saat peringatan detik-detik proklamasi yang ditandai dengan bunyi sirine dan dentuman meriam. Suaranya benar-benar membuat jantung bergetar. Sungguh, jantung dan organ tubuh saya yang lain terasa bergetar setiap kali meriam berbunyi sepanjang satu menit itu.
Saya jadi membayangkan, betapa heroik dan mencekam proses perang menuju kemerdekaan. Tentu letusan yang terjadi pada masa perang jauh lebih dahsyat dari yang saya rasakan sekarang. Sungguh saya merasa beruntung tidak harus mengalaminya.

Mendengar langsung instrumen musik pada saat lagu Indonesia Raya dikumandangkan terasa berbeda. Musik yang dimainkan oleh pasukan marching band dari gabungan TNI mampu membangkitkan semangat nasionalisme, yang makin terkikis di tengah ketertinggalan negara ini di berbagai bidang sekarang ini.
Selain lagu kebangsaan Indonesia Raya, ada lagu lain yang menarik bagi saya yaitu Andika Bhayangkari. Lirik dan iramanya megah, dan mampu memberikan semangat tersendiri :
Andika bhayangkari pencipta sapta marga, Pancasila mulai jadi negara mulia.

Ada sebuah peristiwa menarik saya lihat. Rakyat biasa, yang tentu tidak mendapatkan undangan mengikuti upacara (termasuk saya), hanya bisa mengikuti upacara dari jarak yang agak jauh. Kami hanya bisa melihat dari jarak sekitar 20 meter dari lokasi upacara oleh karena kami dihalangi dua lapis pagar betis gabungan dari aparat kepolisian dan TNI.
Sempat saya lihat perdebatan seorang ibu yang ingin melihat lebih dekat upacara namun dihalang-halangi oleh aparat. Sungguh ironis memang, rakyat biasa seperti ibu yang saya lihat ini sangat ingin mengikuti upacara dari dekat namun terhalang oleh aparat. Ia terpaksa hanya dapat berdiri kepanasan melihat dari jauh namun setia hingga upacara selesai Di sisi lain keluarga pejabat yang mendapatkan undangan dan memperoleh tempat duduk yang layak tampak punya kesibukan yang lebih penting dari pada mengikuti upacara. Sebagian dari tamu undangan tersebut sudah mulai meninggalkan upacara pada saat upacara belum selesai! Saat itu upacara masih diisi dengan beberapa lagu daerah. Mereka bahkan mendahulu presiden dan wakil presiden!

Pada pertengahan upacara, saya akhirnya dapat bernegosiasi dengan seorang aparat TNI agar diijinkan melewati pagar betis dan memotret dari jarak lebih dekat. Kelihatanya mereka bertolerasi karena saya mengenakan pakaian yang cukup rapi layaknya tamu undangan (saya sengaja mengenakan hem, celana kain dan sepatu layaknya ke kantor). Seorang lain yang berpenampilan kurang sopan untuk sebuah upacara kenegaraan langsung diusir begitu melewati batas.

Demikian sedikit cerita dari saya. Foto diambil menggunakan kamera Nikon E4600 dengan mode Auto.